Gan,masih
ingat sama Holocaust di masa Perang Dunia II di wilayah Eropa menimbulkan
kerugian dan korban jiwa besar? Dan katanya diakibatkan oleh NAZI? Oke sekarang
ane mau nganalisis tentang Holocaust yang menyebabkan puluhan ribu Yahudi tewas
mari disimak,sebelumnya ane ceritain dulu apa itu holocaust ….
Holocaust (dari bahasa Yunani ὁλόκαυστος holókaustos: hólos, "seluruh" dan kaustós, "terbakar"),[1] dikenal pula sebagai Shoah (bahasa Ibrani: השואה, HaShoah, "bencana"; bahasa Yiddi: חורבן, Churben atau Hurban,[2] dari bahasa Ibrani "penghancuran"), adalah genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi.[3] Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas.[4] Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.[5][6]
Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holocaust harus meliputi pula genosida Nazi terhadap jutan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya orang Rom, komunis, tawanan perang Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, orang cacat, Saksi Yehuwa dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal dari etnis Jerman atau bukan.[7] Ini adalah definisi yang paling umum digunakan sejak akhir Perang Dunia II hingga tahun 1960-an.[7] Jika menggunakan definisi ini, maka jumlah keseluruhan korban Holocaust adalah 11 hingga 17 juta jiwa.[8]
Penyiksaan dan genosida dilakukan dalam beberapa tahap. Sejumlah
hukum untuk menghapuskan keberadaan orang Yahudi dari masyarakat sipil,
yang paling terkenal adalah Hukum Nuremberg, diberlakukan di Jerman Nazi bertahun-tahun sebelum dimulainya Perang Dunia II. Kamp konsentrasi
didirikan yang di dalamnya para tahanan diharuskan melakukan kerja
paksa hingga mereka mati akibat kelelahan atau penyakit. Ketika Jerman
menaklukan wilayah baru di Eropa Timur, satuan khusus yang disebut Einsatzgruppen membantai musuh-musuh politik melalui penembakan massal. Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk dikurung di ghetto sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Di sana, jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di dalam kamar gas.
Setiap bagian dari birokrasi Jerman Nazi terlibat dalam logistik yang berujung pada genosida, mengubah Reich Ketiga menjadi apa yang oleh para pakar Holocaust disebut sebagai "negara genosida".[9] Ada perbedaan pendapat mengenai berapa banyak yang diketahui oleh penduduk sipil Jerman mengenai konspirasi pemerintah terhadap orang Yahudi. Sebagian besar sejarawan mengklaim bahwa penduduk sipil tidak mengetahui kekejaman yang dilakukan pemerintah, khususnya yang terjadi di kamp konsentrasi, yang terletak di luar Jerman di Eropa yang diduduki Nazi. Akan tetapi, sejarawan Robert Gellately mengklaim bahwa pemerintah secara terbuka mengumumkan konspirasi melalui media, dan bahwa warga sipil mengetahui setiap aspeknya kecuali penggunaan kamar gas.[10] Bukti sejarah signifikan menunjukkan gagasan bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui nasib yang menanti mereka, atau tidak mempercayainya. Mereka meyakini bahwa mereka akan diberikan tempat tinggal baru.[11]
Holocaust (dari bahasa Yunani ὁλόκαυστος holókaustos: hólos, "seluruh" dan kaustós, "terbakar"),[1] dikenal pula sebagai Shoah (bahasa Ibrani: השואה, HaShoah, "bencana"; bahasa Yiddi: חורבן, Churben atau Hurban,[2] dari bahasa Ibrani "penghancuran"), adalah genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi.[3] Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas.[4] Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.[5][6]
Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holocaust harus meliputi pula genosida Nazi terhadap jutan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya orang Rom, komunis, tawanan perang Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, orang cacat, Saksi Yehuwa dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal dari etnis Jerman atau bukan.[7] Ini adalah definisi yang paling umum digunakan sejak akhir Perang Dunia II hingga tahun 1960-an.[7] Jika menggunakan definisi ini, maka jumlah keseluruhan korban Holocaust adalah 11 hingga 17 juta jiwa.[8]
Setiap bagian dari birokrasi Jerman Nazi terlibat dalam logistik yang berujung pada genosida, mengubah Reich Ketiga menjadi apa yang oleh para pakar Holocaust disebut sebagai "negara genosida".[9] Ada perbedaan pendapat mengenai berapa banyak yang diketahui oleh penduduk sipil Jerman mengenai konspirasi pemerintah terhadap orang Yahudi. Sebagian besar sejarawan mengklaim bahwa penduduk sipil tidak mengetahui kekejaman yang dilakukan pemerintah, khususnya yang terjadi di kamp konsentrasi, yang terletak di luar Jerman di Eropa yang diduduki Nazi. Akan tetapi, sejarawan Robert Gellately mengklaim bahwa pemerintah secara terbuka mengumumkan konspirasi melalui media, dan bahwa warga sipil mengetahui setiap aspeknya kecuali penggunaan kamar gas.[10] Bukti sejarah signifikan menunjukkan gagasan bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui nasib yang menanti mereka, atau tidak mempercayainya. Mereka meyakini bahwa mereka akan diberikan tempat tinggal baru.[11]
untuk lebih jelasnya simak tulisan berikut :
Pada kurun waktu sejak tahun 1939 hingga tahun 1945, puluhan juta orang tewas dan cidera di Eropa, Asia dan Afrika. Selain itu, banyak fasilitas ekonomi hancur akibat peperangan tersebut.
Pada kurun waktu sejak tahun 1939 hingga tahun 1945, puluhan juta orang tewas dan cidera di Eropa, Asia dan Afrika. Selain itu, banyak fasilitas ekonomi hancur akibat peperangan tersebut.
Berbagai
peristiwa yang terjadi dalam perang dunia selalu menjadi topik pembahasan para
sejarawan dan analis. Di antara peristiwa yang sangat kontroversial adalah
Holocaust, yaitu klaim orang-orang Zionis mengenai aksi pembantaian terhadap
enam juta Yahudi oleh pasukan Nazi. Mereka mengklaim bahwa jenazah orang-orang
Yahudi tersebut oleh para serdadu Hitler.
Holocaust berarti pembunuhan massal dengan cara membakar.
Masalah ini diangkat kembali setelah PD II. Rezim Zionis menggunakan tragedi
holocaust sebagai trik untuk menarik perhatian masyarakat internasional dan
menggelindingkan propaganda luas dalam hal ini. Berbagai film dan karya buku
tentang holocaust diterbitkan.
Saat ini, kamp-kamp penahanan dan penyiksaan orang-orang Yahudi
khususnya kamp Auschwitz, menjadi museum untuk umum. Lebih dari 250 museum
didirikan di berbagai negara guna mengenang korban Holocaust. Bahkan, di
sekolahan di AS dan Eropa tragedi itu juga dijadikan pelajaran sejarah.
Propaganda
Rezim Zionis dalam kaitan Holocaust sedemikian gencar sehingga seorang
sejarawan Yahudi bernama Alfred M Lilienthal, menyebut propaganda itu dengan
“Holocaust Mania”. Upaya terbaru Rezim Zionis adalah dengan menekan Majelis
Umum PBB untuk menetapkan tanggal 27 Januari sebagai hari Holocaust yang akan
diperingati setiap tahun. (lihat situsnya diwww.alfredlilienthal.com
Meski propaganda Holocaust gencar dilakukan, namun banyak
sejarawan dan cendikiawan yang meragukan tragedi tersebut. Mereka juga menulis
berbagai buku mencantumkan argumen dan bukti-bukti yang mempertanyakan
keotetikan tragedi Holocaust. Meskipun demikian, para kritikus tidak
mengingkari terjadinya pembunuhan terhadap sejumlah orang-orang Yahudi oleh
pasukan Fasis Hitler, dan hal ini dinilai sebagai sebuah tragedi. Namun mereka
berpendapat bahwa tragedi itu tidak seperti yang digambarkan oleh Rezim Zionis.
Kritikan pertama yang dilontarkan oleh para cendikiawan adalah
bahwa pada perang dunia II jutaan orang dari berbagai etnis dan agama menjadi
korban keganasan Nazipro. Namun mengapa yang diekspos secara meluas hanya
dikhususkan kepada para korban Yahudi saja? Seorang anggota Komite Pendataan
Holocaust AS-Polandia, Rana I.Aloy menyatakan, meski orang-orang Yahudi
mengalami penderitaan, namun hal itu juga menimpa orang-orang selain Yahudi.
Korban paling banyak pada PD II adalah orang Rusia. Korban tewas di pihak
Jerman juga tidak sedikit dengan jumlah mencapai 9 juta orang dan 5,1 juta
orang lainnya menjadi tawanan perang. Dengan demikian, pada PD II telah terjadi
berbagai pembantaian massal yang dilakukan oleh negara-negara yang mengklaim
sebagai negara yang memiliki peradaban tinggi.
imageAlasan lain yang dikemukakan oleh para pengkritik tragedi
Holocaust adalah pada era perang dunia II tidak ada laporan mengenai pembunuhan
massal orang-orang yahudi. Dalam laporan Palang Merah Internasional dan
perundingan sejumlah pejabat negara penentang Nazi, juga tidak disebutkan
keterangan soal pembakaran orang-orang Yahudi oleh Nazi. Sebenarnya, Rezim
Zionis terlalu membesar-besarkan tragedi pembantaian orang-orang Yahudi. Bukti
lainnya adalah bahwa, dalam dokumen pemerintahan Nazi, Hitler tidak pernah
menginstruksikan pembantaian massal terhadap orang-orang Yahudi Yahudi. Bahkan
tidak ada catatan mengenai pengalokasian dana besar untuk program tersebut.
Karena, program pembantaian enam juta orang Yahudi itu tentu menelan dana besar
dan rencana yang matang.
Persoalan lain yang menyebabkan tragedi Holocaust itu sulit
diterima adalah, Jerman tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan pembantaian
massal tersebut. Pihak Rezim Zionis mengklaim bahwa, para serdadu Jerman
membantai orang-orang Yahudi dengan menggunakan gaz beracun Zyclon-B, dan
kemudian membakar janazah mereka kamp konsentrasi. Bagi negara yang sedang
dilanda perang besar, melakukan aksi pembantaian massal di negara jajahannya
adalah tindakan yang sangat tidak logis dan akan menelan biaya sangat besar.
Disamping itu, apa perlunya pasukan Nazi meracuni orang-orang Yahudi terlebih
dahulu kemudian membakar jenazah mereka.
Poin lain yang disinggung oleh seorang mantan guru besar
universitas di Perancis, Profesor Robert Faurisson adalah, orang-orang Yahudi
hanya dijadikan budak di kamp-kamp kosentrasi Nazi. Dan Nazi sama sekali tidak
memiliki kepentingan untuk membantai mereka. Karena tindakan tersebut sama
halnya dengan membuang tenaga sia-sia.
Prof Faurisson yang telah melakukan penelitian tentang tragedi
Holocaust sejak lama itu, dalam sebuah artikel yang dimuat oleh majalah Le
Monde Diplomatique, menyebutkan poin penting lainnya soal Holocaust.
Menurutnya, jika ada satu orang saja dari keluaga korban Holocaust, ia akan menunjukkan
dirinya. Namun, sampai saat ini tak satupun yang mengklaim sebagai anggota
keluarga korban Holocaust. Faurisson dan sejumlah orang yang sepaham dengannya
menilai tragedi Holocaust sebagai sebuah sebuah dongeng karya orang-orang
Zionis. Menurut keterangan para pengamat, ruang-ruang gas yang gencar
dipublikasikan oleh Rezim Zionis itu, sebenarnya adalah ruang sterilisasi atau
penyemprotan gas anti bakteri pada pakaian dan badan jenazah.
Yang sebenarnya terjadi adalah, pada era PD II khususnya akhir
perang tersebut, berbagai penyakit menular seperti wabah dan tipes menjangkiti
para tahanan di kamp konsentrasi Nazi. Oleh karena itu, cara antisipasi dan
penanganai wabah tersebut adalah dengan menyemprotkan zat anti bakteri dan
membakar pakaian serta jenasah yang telah terkontaminasi virus. Dan fenomena
ini dipandang sebagai peluang besar bagi orang-orang Zionis untuk mengemukakan
fiksi Holocaust.
Kritikan lainnya adalah menyangkut jumlah korban di pihak
orang-orang Yahudi yang mencapai enam juta orang. Pihak Zionis mengklaim bahwa
jumlah tersebut tidak dapat diragukan lagi. Seorang sejarawan asal Inggris,
Doktor David Irwing, dalam bukunya mencantumkan berbagai argumen bahwa aksi
pembantaian terhadap enam juta orang Yahudi itu tidak lebih dari sekedar kebohongan
besar. Karena, jumlah orang-orang Yahudi di seluruh Eropa pada masa itu tidak
mencapai enam juta orang. Apalagi pasukan Nazi tidak sepenuhnya menguasai
Eropa. Seorang pengamat Iran, Doktot Muhammad Taqi Pour mengatakan, dari jumlah
keseluruhan warga Yahudi Jerman yang mencapai 600 ribu orang, 400 ribu di
antaranya atas perintah Hitler telah meninggalkan Jerman sebelum perang dunia
II dikobarkan.
Hal lain yang perlu kita cermati adalah sejumlah dokumen
menunjukkan hubungan baik orang-orang Zionis dengan para pejabat tinggi Nazi.
Pada tahun 1933 yaitu tahun Hitler berkuasa hingga tahun 1941, orang-orang
Zionis menjalin hubungan erat dengan Nazi di bidang ekonomi. Hitler yang sangat
menentang keberadaan orang-orang Yahudi di Jerman itu, bersama dengan
orang-orang Zionis berupaya merelokasi orang-orang Yahudi ke Palestina. Seorang
analis Nazi, Alfred Rosenburg, dalam bukunya menulis, Nazi harus mendukung
pihak Zionis sehingga setiap tahun orang-orang Yahudi di Jerman dapat
dipindahkan ke Palestina.
Meskipun demikian, Rezim Zionis tetap bersikeras mempertahankan
klaim mereka soal Holocaust. Rezim Zionis juga berupaya keras menginfiltrasi
negara-negara Eropa untuk mencegah segala bentuk penelitian terhadap
keotentikan peristiwa Holocaust.
***
Fenomena Holocaust begitu penting bagi Zionis karena bisa
menciptakan opini kemazluman orang-orang Yahudi. Fiksi pembantaian enam juta
warga Yahudi oleh Hitler merupakan permainan terpenting Zionis untuk
menumbuhkan belas kasih masyarakat dunia kepada orang-orang Yahudi. Oleh karena
itu, mereka tidak akan menerima kritik dalam kaitan tragedi tersebut.
Direktur Lembaga Kebebasan Beropini di Kanada mengatakan,
“Holocaust telah berubah menjadi sebuah keyakinan. Sebuah keyakinan dirancang
untuk orang-orang selain Yahudi, dan siapa pun yang mengingkari tragedi itu
akan ditindak seperti seorang yang murtad. Hal ini merupakan langkah yang salah
dan menipu menurut akal dan logika. Profesor Robert Farison juga mnyatakan
bahwa Holocaust merupakan bom nuklir Zionis.
Hal yang menarik, melalui kekuatan lobinya di Barat Zionis tidak
mengizinkan siapa pun untuk menolak kisah tragedi Holocaust. Saat ini di AS dan
Eropa, siapa pun tidak boleh menolak tragedi Holocaust, dan akan ditindak jika
menolaknya. Ketika AS dan Eropa melakukan propaganda dengan gencar dalam kaitan
Holocaust, seorrang analis yang berasal dari Australia, Fredick Toban, menolak
tragedi tersebut dan mendapat ganjaran penjara enam bulan. Fredick Toban
mengatakan, “Di Eropa, setiap orang bisa menghujat Yesus dan Maryam yang suci,
namun tidak dapat mengkritik orang-orang Yahudi dan Holocaust. Sejumlah negara
Eropa yang sudah cukup maju bersedia dalam perundangan-undangannya untuk
mengatur para penolak Holocaust.
Berdasarkan undang-undang di AS dan Eropa yang bernama Gitto, siapa
pun yang menolak Holocaust, akan terhitung sebagai orang yang anti Yahudi dan
terkena hukuman. Pernacis yang disebut sebagai negara kebebasan juga tidak
terlepas dari belenggu kekuatan lobi Zionis, sehingga harus menerima
undang-undang Fabius-Gayssot di tahun 1990. Berdasarkan undang-undang tersebut,
setiap orang yang menolak Holocaust dan meragukan kisah tentang terbantainya
enam juta orang Yahudi di Eropa, akan dikenai hukuman penjara atau denda. Sikap
itu yang tidak selaras dengan kebebasan berpendapat di negara-negara yang
membela HAM dan kebebasan merupakan hal yang mengejutkan.
Pada saat yang sama, Barat merupakan negara-negara yang
menghargai penelitian ilmiah dan logis, namun tetap akan menindak penentang
Holocaust yang berargumentasi dengan bukti-bukti yang valid. Ancaman hukuman
bagi para penentang Holocaust mengingatkan pengadilan-pengadilan di abad
pertengahan yang menindak terhadap para penentang keyakinan gereja. Pada
prinsipnya, larangan keras tersebut ditujukan kepada para penentang, baik
menolak maupun meragukan tergedi tersebut. Oleh karena itu, diantara dalih
mempertanyakan dan meragukan Holocaust adalah adanya larangan yang kuat untuk
menelaah lebih lanjut tragedi tersebut. Jika tragedi pambantaian enam juta
warga Yahudi adalah sebuah realitas, tidak semestinya Zionis dan Barat khawatir
dengan penelitian lebih lanjut atas tragedi Halocaust. Tentu saja, kekhawatiran
mereka ini membuktikan lemahnya argumentasi dan bukti atas tragedi Holocaust.
Robert Forison menyatakan, “Sampai saat ini, mereka tidak dapat menjawab
argumentasi penolakan kita atas kebenaran tragedi Holocaust, melainkan
menyerang kita dengan menyeret kita ke pengadilan, menindak dan menyiksa.”
Oleh karena itu, para analis dan pemikir di Barat yang
mengkritik Holocaust,sehingga menerima berbagai ancaman dan tekananan, yang
setidaknya dihukum berdasarkan konstitusi miring mengenai Holocaust, menyandang
sifat kesatria. Profesor Forison adalah wujud nyata yang berani bersikap
kesatria untuk mempertanyakan tragedi Holocaust. Forison yang
berkewarganegaraan Inggris dan Perancis adalah seorang sejarawan yang melakukan
penelitian tentang Holocaust selama bertahun-tahun, bahkan berhasil mendapatkan
sejumlah data terlarang milik Zionis. Namun, ketika beliau mempertanyakan
Holocaust dan menolak keberadaan ruangan gas yang ditulis dalam bukunya,
“Ruangan Gas: Fiktif atau Nyata,” menyebabkan kemarahan Zionis dan Perancis.
Profesor Forison diberhentikan dari aktivitas mengajar di
Universitas Lion di tahun 1978, dan menurut rencana akan diadili di bulan Juni
karena wawancaranya dengan Televisi Sahar milik Republik Islam Iran dalam
kaitannya dengan Holocaust. Horison dalam wawancara tersebut menyatakan, “Kami
para penentang Holocaust tidak diberi hak untuk mencetak dan menyebarkan
artikel dan buku. Mereka membakar buku-buku kami dan melarang penerbitannya di
luar negeri.”
Profesor Roger Garaudy adalah sosok lain yang menolak kisah
tentang Holocaust, sehingga diseret ke pengadilan. Karya besar Garudi yang
berjudul “Mitos-mitos Pembangun Politik Israel” juga menghadapi penentangan
keras dari kaun Zionis, karena buku tersebut mengungkap kebohongan tragedi
Holocaust. Pada akhirnya, Garudi dijatuhi hukuman karena sikapnya menentang
undang-undang Fabius-Gayssot. Lagi, kebebasan dan HAM menjadi korban kepentingan
Zionis di Eropa.
Ernest Zundel, seorang peneliti asal Jerman masuk dalam daftar
para penentang tragedi Holocaust. Sebelum hijrah ke AS, dia bermukim di Kanada.
Akibat tekanan dan intimidasi kaum Zionis di Kanada, Zundel terpaksa
meninggalkan negara itu. Di AS, kaum Zionis tetap mengejar Zundel, sehingga
akhirnya dia ditangkap dan diekstradisi ke Jerman untuk diadili karena
keyakinannya yang menentang mitos Holocaust. Tak cuma kalangan peneliti sejarah
yang kebebasan pendapatnya terbelunggu. Para anggota parlemen di Eropa juga tak
berhak untuk menyuarakan pendapatnya yang menentang kisah pembunuhan massal
warga Yahudi pada perang dunia kedua. Bruno Gollnisch, anggota parlemen Eropa
asal Prancis termasuk di antara mereka yang menentang kisah Holocaust. Katanya,
“Seluruh kisah Holocaust adalah khanyalan otak kotor kaum Zionis.” Akibat
pernyataannya itu, Gollnisch kehilangan kekebalan diplomatiknya sehingga
memungkinkannya untuk diseret ke pengadilan.
Korban lain dari mitos Holocaust adalah David Irving.
Ketenarannya sebagai sejarawan besar Inggris tidak mampu menelamatkannya dari
penganiayaan yang dialaminya di Inggris dan negara-negara lain. Ketika
berkunjung ke Austria beberapa waktu lalu, Irving dijerat dengan pasal tahun
1989 tentang Holocaust. Irving hanyalah satu dari sederet ilmuan dan
cendekiawan yang mengalami nasib buruk dan menyedihkan karena menentang mitos
pembunuhan massal kaum Yahudi pada masa perang dunia kedua. Germar Rudolf
kimiawan Jerman, Doktor Frederick Toben asal Australia, Louis Marshalko asal
Hungaria penulis buku the World Conquerers, Norman G. Finkelstein dosen
universitas DePaul Chicago penulis the Holocaust Industry adalah contoh dari
puluhan ilmuan dan cendekiawan tersebut.
Mitos Holocaust dimanfaatkan oleh kaum Zionis untuk mengejar
kepentingannya di dunia, yang diantaranya adalah untuk membentuk sebuah rezim
ilegal di tanah Palestina tahun 1948. Tak syak, tanpa mengumbar isu pembantaian
massal umat Yahudi pada masa perang dunia kedua, kaum Zionis tak akan dengan
mudah memaksa masyarakat dunia termasuk PBB untuk menerima kehadiran sebuah
negara ilegal bernama Israel di negeri Palestina.
Frederick Toben dalam hal ini mengatakan, “Negara Israel
dibentuk atas dasar kisah Holocaust. Oleh karena Holocaust adalah kisah bohong,
berarti Israel dibangun di atas kebohongan besar.” Kelestarian Israel sangat
bergantung pada keyakinan masyarakat Barat akan kebenaran kisah pembunuhan 6
juta warga Yahudi di Eropa oleh Hitler. Berkat kisah ini pula, Israel berhasil
meraup ganti rugi yang tidak sedikit dari negara-negara Eropa terutama Jerman.
Hasil penelusuran,analisis,kajian ane dan kawan kawan men Sebenarnya, Holocaust adalah
kisah dusta besar yang diciptakan oleh orang-orang Zionis. Segencar apa pun
kaum Zionis mempropagandakan kisah ini untuk menunjukkan ketertindasannya di
dunia, suatu hari kebohongan ini akan terungkap. Masyarakat dunia saat ini
mulai sadar bahwa Holocaust yang sebenarnya bukan terjadi di Eropa pada masa
perang dunia kedua dengan korbannya warga Yahudi(Zionis), tetapi Holocaust sedang terjadi
saat ini. Tempatnya adalah Palestina dan korbannya adalah bangsa Palestina.
Pelakunya bukan Hitler ataupun Nazi, tetapi kaum merekalah sendiri(Zionis),mereka memberitakan hal
ini untuk memperoleh dukungan dari Negara Negara tetangga,seperti halnya
Amerika Serikat dan Negara Negara barat.
Oke sekian dulu ya gan…mudah
mudahan dari hasil yang diatas bisa di cermati secara dalam dan dapat
dimengerti
2 comments:
good jobs...like it..
great!
Post a Comment